Seperti yang mungkin sering Anda dengar, The Changcuters lebih kurang bernyanyi seperti ini:
Racun …racun … racun …
Wanita racun dunia
Karena dia butakan semua
Racun …racun … racun …
Syair pendek di atas diulang-ulang terus dari awal hingga akhir lagu. Lagu ini begitu diminati, tak terkecuali oleh anak-anak. Mereka begitu bersemangat menirukan lagu ini. Di sebuah stasiun televisi, para idola cilik dengan penuh penghayatan menyanyikannya. Semula saya tidak ngreken lagu ini karena memang tidak suka. Namun suatu hari istri saya menyodorkan sebuah penilaian atas lirik lagu ini dan kemudian terus-menerus mendorong saya untuk membuat sebuah tulisan. Lebih dari itu, akhirnya kami bersepakat untuk menghindarkan anak kami dari mendengarkan lagu tersebut.
Menurut lirik lagu ini wanita adalah racun dunia karena ia telah membutakan semua orang. Karena tak memberi batasan apapun, maka menurut lagu ini ibu yang melahirkan kita dengan mempertaruhkan nyawa dan mengasuh kita hingga dewasa adalah racun, istri kita adalah racun, anak perempuan kita adalah racun, perempuan pacar atau bekas pacar atau yang pernah ingin kita pacari tetapi tidak mau adalah racun, teman-teman wanita kita adalah racun. Racun yang tidak mematikan, tetapi bisa membutakan semua orang.
Tentu si penyanyi akan menyatakan bahwa lagu ini bercerita tentang seorang lelaki yang patah hati atau bahkan berisi nasihat bagi kita semua agar tidak terbutakan oleh hawa nafsu: wanita, laki-laki, jabatan, atau harta benda. Jadi sangat salah kalau lirik lagu ini ditafsiri sebagai menganggap ibu, istri, anak perempuan, dan seluruh wanita sebagi racun yang membutakan semua. Ketika saya mencoba mendiskusikan tema lagu ini kepada seorang teman wanita, ia tampak tidak begitu peduli dan menasihati saya agar tidak terlalu membesar-besarkan masalah.
Sepengetahuan saya, memang benar tak ada yang mempersoalkan lagu tersebut. Para aktivis kesetaraan jender lebih sibuk memelototi apakah setiap parpol telah memenuhi 30% kuota caleg perempuan, memprotes UU Pornografi, atau menuntut agar Syeh Puji dihukum atas nafsunya untuk menikahi anak ingusan. Bandingkanlah dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang beberapa tahun lalu begitu gencar mempersoalkan lagu Desy Ratnasari: takdir memang kejam, tak mengenal perasaan, atau sebuah lagu Iwan Fals yang menceritakan “Dewa-dewa yang sedang berpesta di atas penderitaan rakyat jelata” yang diprotes keras oleh sebagian masyarakat Hindu. Kedua lagu itu dipersoalkan karena dianggap menghina Tuhan.
Belakangan kita begitu diributkan dan dibuat tersinggung dan sakit hati oleh Geert Wilders melalui film pendek Fitna. Tidak tanggung-tanggung, waktu itu, Depkominfo menutup akses beberapa situs internet yang memuat film pendek tersebut. Terakhir kita dibikin sakit hati oleh blog berisi kartun Nabi Muhammad SAW yang menggambarkan fisik beliau. WordPress, situs tempat blog itu berada, menutup akses ke blog tersebut pada Rabu (19 November 2008) yang lalu atas permintaan Pemerintah Indonesia. Menurut saya, dua peristiwa terakhir yang saya sebut ini atau peristiwa-peristiwa lain yang begitu telanjang menyakiti hati dan keimanan kita, justeru sama sekali tidak berbahaya dan tidak perlu dikhawatirkan, kecuali kekhawatiran pada daya provokasinya terhadap orang-orang yang mudah terprovokasi. Yang sangat berbahaya justeru lagu semacam Racun di atas atau sinetron-sabun ‘islami’ yang bergentayangan di tivi-tivi, yang pelan-pelan mengotori pikiran tanpa membuat banyak orang tersakiti.
Maha benar Allah yang menyuruh kita berlindung dari setan. Bukan saja dari setan berupa jin buruk rupa, tetapi juga yang berwujud manusia rupawan.
Mohon maaf bila berlebihan.
(Tenggilis, 25 Dzulqa’dah 1429)
setuju….aku juga kaget waktu anakku bs nyanyi racun…racun…pdhl dia hanya melihat iklan sinetron yg sountracknya lagu itu jd buat ibu-ibu dan bapak yang dah punya anak mesti hati-hati memilih program TV buat ditonton anak-anak sebisa mungkin didampingi deh biar bs selektif,bnyk bgt acara anak yg menyesatkan terutama sinetron-sinetron yg gak jelas bukannya gak cinta produk dlm negeri tp mmg gak mendidik…:-)
Nah cak arip juga perlu “diracuni” istrinya dulu supaya tulisan ini dibuat. Ah . . . . . kita semua memang perlu “racun” itu.
Karena perempuan…
sumber kehidupan…!