*Ditulis oleh Marhamah
Tidak ada rencana yang jelas untuk menutup tahun 2007, tapi ada keinginan berkumpul dengan teman, dimanapun. Sebenarnya tidak ada yang istimewa (bagi saya) dengan tahun baru, tapi efek dari warna merah dikalender untuk tanggal 1 Januari merangsang asa untuk membuat event yang mungkin jarang dialami, sekalian mengisi waktu libur.
Detik-detik menuju akhir tahun 2007 diramaikan dengan kabar bencana banjir. Seorang teman menelpon, dia mengabarkan bahwa keluarganya di Ponorogo tidak dapat dihubungi. Kabar terakhir yang dia dapat, mati lampu sekabupaten. Kemudian, terjadi luapan Bengawan Solo di daerah Bojonegoro dan Tuban. Cerita seorang teman, banjir diBojonegoro kali ini terparah semenjak 14 tahun terakhir.Mayat-mayat dipekuburan sekitar Bengawan katanya sampai muncul dipermukaan. Rumah-rumah tinggal lotengnya saja. Aktifitas penduduk berhenti total. Kemudian menyusul berita banjir yang lain…Madiun tidak dapat dijangkau kendaraan karena banjir, Ngawi, Cepu, Lamongan…dll.
Keadaan tersebut ternyata tidak menggoyahkan rencana orang-orang yang ingin merayakan tahun baru. Tidak ada acara untuk menunjukkan empati…turut berduka cita…dan lain sebagainya. Acara televisi masih dipenuhi dengan kemegahan dan kegilaan…aksi Dewi Persik yang semakin bukak-bukakan setelah mendapat status janda, konser musik, pesta kembang api…dan lain-lain.
Di Surabaya, sejak jam 5 tet, sudah mulai terdengar tarik-tarikan gas (bc mbeyer) sepeda motor di jalanan, semakin lama semakin lantang…membuat yang nggak pingin dengar, dipaksa mendengar, yang pingin tenang jadi gelisah..nggak niat misuh jadi misuh. Benar-benar bising!!! bikin stress !!! jadi bertanya kenapa sih harus ada acara tahun baruan segala ?Bayangkan…berapa jumlah emisi gas buangan kendaraan bermotor yang hasilkan dari acara tahun baru? bisa jadi hanya untuk satu malam tahun baru,gas emisinya sama dengan 30 malam biasa. dan gilanya…ada semacam kebanggaan bagi mereka yang merayakan tahun baru dengan acara seperti itu. Dari gambaran teman yang habis keluar ke gereja untuk acara tutup tahun, mereka (yang merayakan tahun baru pake motor, konvoi, trek-trekan,dll) memotong habis knalpotnya dan diganti dengan cerobong gembung yang mekar, menghasilkan suara yang mampu memecah gendang telinga, gas yang memerihkan mata, dan sukses bikin stress orang-orang yang naik angkot. Kebanggaan macam apa itu?
Sedangkan ditempat lain, orang-orang tidur tanpa sempat mengingat malam itu malam tahun baru atau bukan, yang lain sibuk meng-evakuasi keluarga, ada lagi yang mencoba menyelamatkan harta yang tersisa. Basah…kotor…lumpur…air…nyamuk…dingin…gelap.
Tidak ada tahun baru bagi mereka…yang ada adalah bencana.
Kemana akal, hati, dan perasaan manusia untuk ber empati di malam itu? sepertinya lenyap bersama bias nyala kembang api yang kemudian hilang dan malam kembali seperti semula..GELAP !
Tulisan yang sangat menyentuh, pembuluh empatiku yang “agak mampet” di negeri individualis, menjadi lancar dan mengalir deras mengisi rongga-rongga nurani. Ya empati pada yang kebanjiran, empati kepada yang tidak berempati termasuk juga kepada dewi persik yang baru menjanda 🙂
Asli Ming …… apik tenan tulisanmu iki, emosional, personal.
Malem tahun baru kemarin aku berharap moga2 hujan…. dan alhamdulillah malam tahun baru kebetulan hujan… minimal di kampungku, cipinang, orang2 tak banyak yg menyulut kembang api dan keluar keliling2…hehe
Katanya adik2 PMII melakukan penggalangan dana untuk solidaritas korban banjir di malam tahun baru. Ini kayaknya yang kau cari ming melipat dan mendekatkan kontras acara tahun baruan dan bencana banjir.
wow… sip sip… salut buat adik2, ayo terus bergerak dan terus bergerak…!!!
ternyata sepanjang tanggal 1 januari di Surabaya hujan sehari…mendung.koq nggak malem tgl 1 ya? Gusti Allah emang Maha Adil, Perencana handal.
Alhamdulillah..dimana-mana sudah dibentuk tim peduli banjir…seiring dengan rampak serempaknya air yang secara bergiliran membanjiri Bojonegoro, lalu Lamongan…sampai ke Gresik…
Apa ya berikutnya rencana Allah buat bangsa kita?
Tahun baru 2008. Di Gunung. Sepi. Tak ada hujan. Tak ada angin. Jadi bikin angin sendiri aaahhh……………………..
Baca tulisan ini jadi ingat tahun baru 1997. Orang2 pada niup trompet tahun baru, aku sama teman2 “melungker” di salah satu sudut lereng Gunung Anjasmoro. Kedinginan, hujan lebat, semua pakaian yang dipakai dan yang di tas basah karena ternyata air yg ngalir di lereng terlalu banyak, sampai mirip banjir bandang.
Komentar temen2 cuma satu:
Gathel… hujannya dibuang ke sini semua sama pawang hujan………………..
Jadi ingat juga pas nonton TV, acaranya berita luar negeri. Habis nayangin berita kelaparan di Somalia ada berita acara lempar2an kue pie di Inggris.
Terntata bumi tidak benar2 bulat.
komentar yang sangat cerdas dari mbah ….. kapan nih nulise